Jumat, 14 Agustus 2015

Kisah Dibalik Kesuksesan ‘The Black Album’ Metallica


Pada tanggal 12 Agustus 1991, Metallica merilis self titled album, “Metallica,” yang lebih populer sebagai The Black Album.

The Black Album menandai momen penting dalam karier Metallica, di mana mereka akhirnya berani memutuskan untuk tidak lagi memainkan musik murni trash metal.

Di album ini, Metallica ingin meraih penggemar yang lebih banyak lagi, atau bisa dikatakan mereka ingin lebih mainstream. Walau banyak yang berpendapat, Metallica telah keluar dari jalur underground sejak video klip “One” rilis di MTV pada Januari 1989.

Seperti yang dikutip dari metrotvnews.com, Kesuksesan video klip “One” dari album “…And Justice for All,” tak bisa dipungkiri memang telah mendongkrak Metallica ke posisi teratas jajaran band-band metal.

Dengan mengambil risiko akan ditinggalkan oleh fans paling loyal mereka di komunitas trash metal under ground, dengan tekad yang bulat Metallica menggamit produser kawakan Bob Rock untuk menggarap album studio ke-5 mereka.


The Black Album

Bob Rock sendiri pernah berkata, bahwa Metallica memang telah punya banyak lagu hits, seperti “Master of Puppets”, “Seek and Destroy”, “Fade to Black”, dan “One”. Tapi Metallica belum punya groundbreaking album …album yang mengguncang dunia.

Entah apa yang dikatakan Bob Rock kepada keempat personel Metallica saat pembuatan The Black Album hingga mereka rela ‘melepaskan’ idealisme metal underground yang selama ini begitu kuat mereka pegang.

Alhasil, di tangan Bob Rock, yang sebelumnya pernah menangani Bon Jovi ini, Metallica menelurkan album yang begitu ‘mulus’ penuh polesan, yang sarat dengan lagu-lagu metal dan balada yang lebih tradisional, yang walaupun masih terdengar ‘berat’ (heavy), tapi telah menyimpang jauh dari akar musik mereka.

Metallica mulai menghasilkan riff-riff dan melodi untuk The Black Album saat mereka sedang tur album “…And Justice for All.” Banyak lagu-lagu di album ini yang telah lahir sejak musim panas tahun 1990 dan pada 13 Agustus 1990, Metallica merekam demo untuk “Enter Sandman”, “Nothing Else Matters” dan “Wherever I May Roam”. Demo terakhir yang sempat mereka rekam sebelum masuk studio adalah “Sad But True.”

Merasa telah siap, Metallica berharap proses rekaman di studio akan berlangsung lancar dan menyenangkan. Namun kenyataan tak sesuai dengan yang mereka bayangkan. Adu argumen sengit dengan Bob Rock kerap muncul selama sesi rekaman. Mulai dari perdebatan soal sound lagu, kualitas di segala aspek, sampai lirik lagu dan solo gitar.


Bob Rock bersama Metallica

“Hal pertama yang dia (Bob Rock) katakan kepada saya adalah bahwa dia merasa bahwa kami belum pernah membuat album yang memenuhi standarnya,” kata gitaris Kirk Hammett pada 2003.

“Mungkin itu pertanda teriakan perang dimulai. Kami belum pernah ditantang sebelumnya dan tidak ada yang pernah berkata, ‘Yah Anda juga bisa melakukannya dengan cara ini, dan Anda juga dapat mencobanya di kunci yang berbeda atau mengapa Anda tidak mencoba fill drum yang seperti ini.'”

“Kami seperti, ‘Kenapa kau tidak ‘f-‘ dirimu sendiri dan berhenti memberitahu apa yang harus kami lakukan. Cukup beri tahu kami cara menciptakan sound bass seperti yang Anda buat untuk album Mötley Crüe.”

Bob telah bekerja dengan musisi-musisi yang terkenal alot, kalau tidak bisa dibilang rewel, seperti Aerosmith, The Cult dan Motley Crüe. Dan ketika ia ditantang, ia tak akan surut barang selangkah.

Dia telah meyakinkan Metallica untuk mencoba merekam lagu secara bersama-sama daripada setiap anggota merekam lagu secara terpisah. Bob jugalah yang mendesak Jason Newsted untuk berpikir seperti seorang bassist bukan sebagai gitaris.

“Dia (Bob) menjelaskan kepada saya bahwa James adalah penulis lagu utama, tapi sayalah yang membuat vokalnya kuat. Sayalah yang menyisipkan otot di balik lagu-lagu itu. Aku memberikan kekuatan yang mereka (lagu-lagu itu) butuhkan,” kata Newsted.

“Sound gitar-nya (Hetfield) besar dan kuat, vokalnya besar dan kuat. Dia perlu suara bass yang menggelegar di belakangnya. Itu adalah tugas saya,” tukas Newsted.

Metallica juga berpikir terbuka untuk menerima ide Bob untuk menggeser kunci ke “D” bukan “E,” akord terendah yang biasa mereka gunakan. Strategi inilah yang memberi hentakan ekstra di lagu “Sad But True.”

Tapi Hetfield tidak begitu senang ketika ia diminta untuk menurunkan nada di lirik “Enter Sandman”, sebuah lagu yang awalnya tentang liang lahat. Ia pun tidak senang dengan instruksi Bob bahwa ia harus tunduk mengikuti drum dan bukan sebaliknya.

“Saya melihat bahwa Lars memainkan drum untuk gitar James, seperti cara Keith Moon main drum untuk Pete Townshend,” ungkap Bob Rock. “Itu bagus untuk beberapa band, tapi tidak untuk setiap orang. Lars ingin Metallica lebih nge-groove lagi.”

“‘Back In Black’ dari AC/DC adalah referensi yang bagus tentang bagaimana sebuah album rock yang memiliki groove (punya alur) yang hebat. Saya mengatakan kepadanya bahwa untuk mendapatkan nuansa itu, ia harus menjadi titik fokus musiknya. Band (harus) bermain untuk Lars.”

Metallica menghabiskan lebih dari delapan bulan untuk proses rekaman The Black Album. Mereka merekam sebagian besar album di One on One Recording Studios di Los Angeles, ditambah seminggu lagi di Little Mountain Sound Studios di Vancouver, British Columbia.

Setelah delapan bulan berkutat di studio, mereka akhirnya selesai merekam semua materi album. Namun Metallica dan Bob Rock belum merasa puas dengan hasilnya, terutama dari segi tone musiknya. Akhirnya masalah itu dapat diselesaikan setelah tiga kali mixing ulang, yang menelan biaya lebih dari USD1 juta.

“Tujuan awal pembuatan album ini adalah untuk mendapatkan hasil yang sempurna,” kata Hammett. “Meskipun kami punya masalah dengan Bob, namun kami tahu bahwa hanya dialah yang bisa mewujudkan rencana kami.”

Jerih payah Metallica dan Bob Rock tak sia-sia, The Black Album meraih sukses besar di kancah musik internasional. Lagu-lagu macam “Sad But True”, “Don’t Tread On Me”, dan “Of Wolf and Man” masih mendapatkan ‘pengakuan’ dari metalheads fans fanatik mereka.

Sementara lagu-lagu macam “Enter Sandman”, “Nothing Else Matters”, dan “Unforgiven” telah memikat hati jutaan penggemar-penggemar baru di seluruh dunia, karena stasiun-stasiun radio mulai sering memutar lagu-lagu metal yang ‘radio friendly’ tersebut.


Metallica

Dan Metallica boleh berbesar hati, karena dengan The Black Album mereka masih digdaya di hadapan gempuran musik grunge yang mulai menerobos peta musik dunia.

The Black Album telah melahirkan legiun-legiun metal baru. Nu-metal, black metal, metalcore dan american metal, semua berhutang kepada The Black Album. Album ini pula yang menjadi pemersatu antara generasi metal heads lawas dengan penggemar metal yang baru.

“Album itu begitu besar dan begitu menakjubkan,” ujar penggebuk drum Avenged Sevenfold, alm. The Rev pada tahun 2006. “Lagu-lagu di album itu menjadi dasar pertama saya mempelajari drum. Dan sangat menyenangkan untuk memainkan lagu-lagu itu.”

“Jika bukan karena The Black Album, saya tidak akan menggilai metal, serius,” kata vokalis Trivium, Matt Heafy pada 2005. “Saya tidak akan mulai bermain gitar dan mungkin saya tidak akan ada di Trivium.”

Hingga detik ini, The Black Album telah terjual lebih dari 30 juta kopi di seluruh dunia. Pada tahun 2014, album itu menjadi album pertama yang terjual lebih dari 16 juta kopi sejak SoundScan mulai mencatat rekor penjualan pada tahun 1991.

Selain itu, The Black Album telah bertengger sangat lama, 307 pekan, di Billboard chart 200 selama era SoundScan, membuatnya sebagai album studio ketiga terlama di tangga lagu Billboard, di belakang Pink Floyd “Dark Side of the Moon” dan Carole King “Tapestry.”

Menurut Billboard, pada Februari 2014, The Black Album terjual rata-rata dua sampai tiga ribu keping per minggu.

The post Kisah Dibalik Kesuksesan ‘The Black Album’ Metallica appeared first on terselubung.in.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar asal jangan nyepam yha.. :D